Orang yang akan melakukan kegiatan ekonomi oleh al-Ghazali diharuskan untuk memiliki ilmu dan pengetahuan mengenai praktek kegiatan ekonomi, karena, kalau suatu urusan diserahkan kepada orang yang bukan ahlinya, maka tunggulah kehancurannya (hadis). Seseorang yang melakukan kegiatan ekonomi tanpa memiliki ilmu, dan berargumen, bahwa kegiatan ekonomi bukan teorinya (ilmu), tapi prakteknya, maka, dia, hampir dipastikan, dalam perjalanan kegiatan eknominya akan berhadapan dengan berbagai kesulitan, terutama ketika akan melakukan transaksi dalam skala besar, karena dia bisa tertipu.
Para pakar dari
berbagai disiplin ilmu, terutama para ahli ekonomi berbeda persepsi mengenai
bangunan ekonomi Islam. Ada yang menganggap bahwa, ekonomi Islam sebagai suatu
‘sistem’, dan ada pula yang menganggapnya sebagai suatu yang khas yang dapat
didudukan sebagai ‘ilmu’. ‘Sistem’ dalam terminologinya dapat diartikan sebagai
‘keseluruhan yang kompleks: suatu susunan hal atau sebagai yang saling
berhubungan’. sementara ‘ilmu adalah pengetahuan
secara
sistematis’. dirumuskan Sehingga, secara sepintas, antara ilmu dan system
memiliki perbedaan dan fungsinya masing-masing. Bila yang kedua meliputi hamper
seluruh rancang bangun suatu tatanan, maka yang pertama lebih simple dan sederhana.
Sejalan dengan
definisi tentang ‘sistem’ ini, dapat dikatakan bahwa ekonomi Islam sebenarnya
merupakan bagian dari suatu tatanan kehidupan yang lengkap dan berdasarkan pada
empat bagian yang jelas dari pengetahuan, yaitu, pengetahuan yang diwahyukan
(Al-Qur’ān), praktek dan Sunnah yang berlaku dalam masyarakat Muslim seperti
yang dicontohkan oleh Rasulullah Saw., dan ucapan-ucapan yang ber-nash, deduksi
analogi, interpretasi yang datang kemudian dan konsensus yang disepekati oleh
para ulama dalam suatu masyarakat yang dikenal dengan ijma’. ‘Sistem’ ini
memuat suatu mekanisme yang built in untuk pemikiran jernih yang di sebut
ijtihad. Umat Islam memahami ijtihad dengan ‘upaya sungguh-sungguh dan
bertanggungjawab dalam mencari solusi dari setiap permasalahan social, budaya
dan politik yang berhubungan, baik secara langsung maupun tidak, dengan tradisi
dan ajaran keagamaan.
Bila ekonomi Islam
dipandang sebagai bagian dari ilmu, maka ia tidak bisa diposisikan sebagai
suatu kebenaran yang absolut, dan, konsekuensinya, ia bukan pula menjadi
sesuatu yang abadi. Karena itu, ilmu ini mempunyai kemungkinan untuk mengalami
perobahan dari waktu ke waktu. Demikian pula dengan ilmu ekonomi Islam yang
senantiasa memerlukan perobahan dan perkembangan sejalan dengan perobahan dan
perkembangan zaman dan situasi. Pandangan senada juga pernah dilontarkan oleh
John S. Cambs, seorang pakar ekonomi Amerika, yang mengatakan, ekonomi bukanlah
ilmu melainkan sekedar harapan ilmu.
Wilayah kajian
dari ilmu ekonomi adalah memantau dan menjalankan fungsinya pada pembahasan
tentang kualitas produksi dan distribusi serta bagaimana menentukan dan
memperbaiki sarana-sarana kedua bagian tersebut. Hal ini bersifat universal dan
berlaku bagi semua bangsa dan tidak didasarkan pada suatu ideologi tertentu.
Karena itu, ilmu ekonomi berperan sebagai sains, yang dapat berlaku dan
dipergunakan oleh semua masyarakat dari berbagai bangsa.
Sistem ekonomi
dalam pandangan ideologi Kapitalis adalah ekonomi yang hanya terbatas pada pembahasan
mengenai segala sesuatu yang menjadi kebutuhan (needs) manusia dengan alat-alat
(goods) pemuasnya. Sehingga bila dikaji lagi pandangan mereka hanya menyangkut
aspek yang bersifat material dari kehidupan manusia. Sementara wilayah dan
dimensi spiritualitas tidak menjadi wilayah yang diperhatikan oleh ideology
kapitalis.
Daftar pustaka
al-Ghazali, .SIstem ekonomi islam (Studi Atas Pemikiran Imam
al-Ghazali), Yusno Abdullah Otta
Posting Komentar
Posting Komentar